Malas~
Aku mengepause video yang sejak tadi ku putar dengan volume keras. Panggilan solat maghrib dari masjid yang agak jauh dari rumahku, mulai terdengar.
Yah, sudah saatnya untuk mengambil air wudhu dan solat maghrib.
Tetapi, ada rasa malas yang membuatku tetap berada di sini. Di hadapan monitor, memantengi video klip lagu dari boyband asal Korsel yang baru saja menggelar konser di Indonesia.
Aku menghela nafas yang terasa sedikit sesak, karena tak mampu mengusir rasa ini. . .
"Ayu, dah solat belum?" Bu Peni tiba-tiba menegur dan memecah lamunanku.
"Ya. Bentar."
Aku mematikan komputer. Bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, lalu melaksanakan solat, meski tetap ada rasa malas yang menggerayangi kalbu.
...
Baru saja selesai solat dan melipat sajadah, aku mendengar suara embah berbicara dengan seseorang. “Ayu gek solat, mbak. Monggo,” begitu ujar embah.
Aku menepuk dahiku. Ini hari
Senin—hari dimana Mbak Yani, guru
mengajiku datang dan memberi pelajaran tentang Al Qur’an dan tajwid. Kenapa aku
bisa lupa??? Apakah sebegitu asiknya internet sampai-sampai aku melupakan hal
yang satu ini?!
Aku membuka pintu kamar dan
menyalami mbak Yani. Mbak Yani adalah guru mengajiku dari pondok Pancasila—yang
tidak jauh dari desaku. Mbak Yani sebenarnya sudah menikah dan punya satu orang
anak bernama Nabila. Beliau juga seorang guru bahasa Indonesia di MTs. Hmm..
tetapi aku memanggilnya dengan embel-embel Mbak, bukan Bu. Sudah biasa.
“Bentar, Mbak. Aku ngambil
Qur’an dulu,” kataku, kemudian masuk ke kamar dan mengambil kitab suci umat
Islam itu.
Memegang kitab itu, membuatku
tersadar betapa jarang aku membuka, apalagi membacanya. Sungguh. Terakhir kali
aku membacanya, dua minggu yang lalu. Saat aku berganti surat, dari Yunus ke
surat Huud.
Elingo mati, Yuk.
Entah kenapa, kata itu terbersit begitu saja di pikiranku. Ingatlah
mati, Yuk.
Benar. Harusnya aku ingat akan
mati—yang bisa sewaktu-waktu menjemputku. Harusnya aku ingat akan pertanyaan
malaikat di dalam kubur, yang menanyai amal dan perbuatanku selama di dunia.
Mulut tidak bisa berkata-kata, tetapi anggota tubuh lain-lah yang memberi
kesaksian.
Aku sadar betapa jauhnya aku
dari-Mu, Yaa Robbi.
Padahal, sudah terlalu banyak
nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku… terlalu banyak waktu yang Engkau
berikan, namun ku sia-siakan, Yaa Robb.
Ampunilah aku… hambamu yang
tak pandai mensyukuri nikmat dari-Mu.
Written
by Ayu Puspita Rani
on
Monday, October 15th - 2012
Comments
Post a Comment